Mahasiswa yang tergabung dalam Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) mengikatkan kain hitam pada pohon di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Senin (2/10/2009). |
JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Hukum ICW Donal
Faris menilai semua pihak di DPR yang berpotensi memiliki masalah
korupsi terlibat dalam upaya melemahkan KPK dengan jalan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka itu antara lain adalah anggota Dewan, pengusaha, dan advokat hitam.
"DPR
akan dimanfaatkan oleh mereka untuk melemahkan KPK. Ini adalah
kejahatan berbalut kewenangan legislasi," ujar Donal di kantor ICW,
Jakarta, Selasa (2/10/2012).
Donal menjelaskan, anggota DPR yang
menolak revisi UU KPK tidak berbicara atas kebijakan dan sikap partai
politik. Ia menilai, anggota DPR tersebut berbicara sebagai individu.
Banyak anggota DPR yang dengan tegas menolak revisi UU KPK. Namun,
hingga saat ini belum ada pernyataan tertulis dari parpol untuk menolak
revisi UU KPK.
"Seharusnya fraksi atau DPP parpol membuat
pernyataan tertulis seputar menolak atau mendukung revisi UU KPK
sehingga hal itu bisa jadi pegangan publik," tambahnya.
Ia
menyebutkan, pernyataan tersebut penting karena masyarakat berfungsi
sebagai pemilih dalam pemilu legislatif 2014 nanti. Rakyat, terangnya,
dengan pernyataan tertulis itu dapat menilai parpol yang dipilihnya dari
sepak terjang mereka dalam memerangi korupsi. Pemilih akan melihat
bahwa parpol tersebut memperkuat atau malah melemahkan upaya
pemberantasan korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar