Minggu, 16 September 2012

Eksistensi Budaya Lokal Pengaruhi Kota Mode Dunia

INDONESIA kembali mengukir prestasinya dalam sebuah survei yang memilih Bali sebagai kota mode dunia. Peringkat Bali yang sebelumnya berada di posisi 21 kini unggul di 15 besar.

Sementara itu, di posisi pertama masih ditempati oleh London. Ibu Kota Inggris tersebut dianggap masih pantas mendapatkan predikat tersebut. Sebab, ini terbukti melalui masyarakatnya yang bisa menghargai karya-karya yang telah banyak dihasilkan.

“London itu eksperimental dalam mengolah karyanya sehingga bisa menjadi kota mode dunia. Orangnya bisa menghargai sebuah karya,” tutur pengamat mode dan gaya hidup Sonny Muchlison saat dihubungi Okezone melalui sambungan telefon, belum lama ini.
 
Lalu, bagaimana sebenarnya kriteria sebuah daerah atau kota bisa dinyatakan sebagai kota mode paling berpengaruh di dunia? Menurutnya, ada berbagai kriteria yang harus ditunjukkan oleh sebuah kota untuk mendapatkan predikat tersebut.

“Yang paling penting adalah dia harus dikenal sebagai kota pariwisata, dikenal sejauh mana masyarakat dunia itu tahu, sepopuler apa kotanya, dan bisa dijadikan destinasi,” katanya.

Tak hanya itu, sambungnya, eksistensi budaya juga bisa menjadi tolak ukur dari sebuah daerah untuk bisa disebut sebagai kota mode dunia.

“Harus ada kreasi dari masyarakat local, paling tidak dikenal sebagai kota wisata budaya. Jadi unggulan wisata, culture itu termasuk baju yang dipakai masyarakatnya juga berpengaruh,” terangnya.

Sementara itu, menanggapi naiknya peringkat Bali menjadi salah satu kota mode dunia, Sonny mengatakan bahwa Bali memang layak mendapat predikat tersebut. Sebab, Bali dianggap sukses dalam menyelaraskan antara budaya lokal dengan modernisasi yang ada.

“Tradisi atau budaya yang ada di Bali itu selaras dengan modernisasinya dan memang untuk menjadi kota mode itu semua harus balance,” tutupnya.
(tty)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar