Senin, 17 September 2012

Pejabat yang Korupsi Langsung Dipecat

http://www.harianterbit.com/cms/wp-content/uploads/2012/08/Fauzi-Bowo-415x300.jpgJAKARTA– Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menegaskan bila ada pejabat atau staf di lingkungan Pemprov DKI yang terbukti korupsi atau tindak pidana lainnya, maka akan segera diberhentikan dari jabatannya dan sebagai pegawai negeri sipil (PNS) DKI. Hal itu sudah tertera dalam pakta integritas yang ditandatangani saat pejabat tersebut dilantik.
“Ini merupakan pengawasan tindak pidana korupsi di tubuh Pemprov DKI Jakarta. Yang jelas, pejabat yang bersalah dan melawan hukum, pasti akan ditindak. Saya tidak pernah menutup-nutupi itu. Siapa pun yang bersalah akan kita tindak,” kata gubernur yang akrab disapa Foke ini, Rabu (29/8).

Untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, lanjutnya, Pemprov DKI mempunyai sistem tersendiri. Yakni menggunakan pendekatan komprehensif dan konkret, salah satunya saat dilantik pejabat DKI harus menandatangi pakta integritas yang di dalamnya ada aturan terkait pelarangan untuk melakukan tindak pidana korupsi. Kalau pejabat tersebut terbukti melakukan tindak pidana korupsi maka harus bersedia diberhentikan dari jabatannya.
Foke menjelaskan Pemprov DKI Jakarta berhasil mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tidak hanya itu, pengelolaan APBD Jakarta juga mendapat rating tinggi (AA+) dari perusahaan pemeringkat terbesar PT Pefindo.
Terkait temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK) yang menyebutkan terjadi kasus korupsi dan melibatkan aparat Pemprov DKI, Foke menyatakan hal itu jangan ditanyakan pada dirinya. Wartawan dipersilakan untuk menanyakan langsung kepada PPATK langsung.
“Nanyanya jangan sama saya. Tanya sama yang ngasih pernyataan donk. Bukti baru juga tanyanya sama mereka donk, jangan nanya sama saya. Kita nunggu juga sama seperti anda,” tukasnya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) Tom Pasaribu menilai laporan PPATK yang menyebut Pemprov DKI sebagai pemerintahan daerah paling terkorup dinilai sebagai bentuk upaya politik praktis lembaga audit tersebut.
Menurut Tom, kewenangan PPATK hanya sebatas menyampaikan ada transaksi mencurigakan atau tidak. Namun demikian, jika menyebut suatu pemerintahan daerah paling terkorup, hal tersebut sudah di luar kewenangan PPATK.
“Ini bisa pesanan atau PPATK masuk politik praktis. Dulu waktu KP3I melaporkan Nazaruddin, kami dorong PPATK membuka transaksi, tetapi dia tidak buka, padahal sudah jelas Nazaruddin korupsi. Yang menentukan korupsi atau tidak itu Kejagung, KPK, atau Polri. Bukan PPATK,” ujar Tom, Rabu (28/8).
Tom kembali menegaskan yang bisa menyebut suatu instansi atau pemda paling terkorup hanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejagung, dan Polri. Selain tiga lembaga itu, jika ada yang menyebut suatu instansi atau Pemda paling terkorup maka sudah keluar dari tupoksinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar