JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai ambang batas calon presiden sebaiknya ditingkatkan dari persyaratan sekarang. Hal tersebut agar calon Presiden yang akan dipilih rakyat benar-benar berkualitas.
Hal itu disampaikan Lucius menanggapi pro kontra revisi Pasal 9 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Pasal tersebut menjelaskan, partai yang dapat mengajukan calon presiden harus memenuhi 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara sah secara nasional. Beberapa partai di parlemen mengendaki jika ambang batas capres cukup 3,5 sampai zero persen.
"Kalau syaratnya diturunkan, misalnya disamakan dengan ambang batas parlemen yang 3,5 persen, maka antara capres tak bermutu dan bermutu akan terjadi hal yang ambigu. Hal itu jelas membingungkan rakyat sebagai pemilih," kata Lucius di Jakarta, Minggu (30/12/2012).
Lucius menjelaskan, syarat capres harus diperketat karena jabatan Presiden tidak untuk main-main. Menurut dia, jika parpol keberatan dengan syarat tersebut, tidak layak jika mempermasahkannya menjelang pemilu. Parpol, lanjutnya, sejatinya telah memiliki waktu mempersiapkan capresnya sejak UU itu disahkan.
"Padahal yang ada sekarang ini sudah bagus. DPR menurut saya latah karena ingin merevisinya," ujarnya.
Lucius mengatakan, ambang batas capres bahkan perlu ditingkatkan menjadi 30 persen kursi di parlemen dan suara sah nasional. Pilihan lainnya, DPR dapat memutus jika ambang batas carpres 25 persen kursi di parlemen. Hal itu, lanjutnya, harus berkekuatan tetap dan tidak direvisi setiap menjelang pemilu.
"Kami harus mencermati, revisi ini syarat kepentingan untuk mengcover capres yang mereka usung. Ini harus kita hindari. Kalau kami setiap lima tahun merevisi, lalu kapan kami memiliki UU yang mengatur syarat tetap pengajuan capres. Kami sebenarnya butuh ambang batas capres yang tetap," katanya.
Editor :
Hertanto Soebijoto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar